AJI: 18 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Saat Meliput Demo Tolak UU TNI

by -102 Views
banner 468x60

Jakarta, CNN Indonesia

Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Bayu Wardana mengatakan pihaknya mencatat setidaknya ada 18 jurnalis menjadi korban kekerasan selama meliput gelombang aksi penolakan pengesahan perubahan UU TNI sejak pekan lalu hingga Rabu (26/3) hari ini.

banner 336x280

Bayu menjelaskan bentuk kekerasan yang dialami para jurnalis yang menjadi korban itu beragam. Salah satu kekerasan yang dialami adalah kekerasan seksual.

“Kekerasan yang dialami ketika terjadi demonstrasi ada kami mencatat sampai saat ini ada 18 jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang mengalami kekerasan,” kata Bayu dalam konferensi pers secara daring, Rabu (26/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Entah itu dipukul entah itu diseret entah itu bahkan beberapa (kekerasan) seksual secara verbal dalam liputan itu,” sambungnya.

Bayu mengatakan 18 jurnalis yang menjadi korban itu terjadi saat meliput aksi di Jakarta, Sukabumi, Bandung, Surabaya, dan Malang

Lebih lanjut, Bayu menjelaskan kekerasan terhadap jurnalis yang paling menonjol selama penolakan RUU TNI ini adalah pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor media Tempo di Jakarta.

“Jadi 18 jurnalis itu mengalami di beberapa kota itu kami masih menghimpun di beberapa kota lain,” ujar Bayu.

Bayu mengungkap sebagian kekerasan yang dialami para jurnalis itu telah dilaporkan ke aparat kepolisian setempat agar kasus ini diusut tuntas.

Meski pesimis, pihaknya berharap kepolisian dapat mengusut kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tersebut secara tuntas.

“Artinya polisi jangan masuk angin dari 18 kasus ini atau 18 jurnalis ini kita dorong untuk pemerintah lebih tegas terutama polisi untuk tidak masuk angin,” tutur dia.

Sementara itu, Koalisi Kebebasan Berserikat yang terdiri atas sejumlah organisasi sipil juga mengecam dugaan kekerasan yang dialami para jurnalis peliput aksi demonstrasi UU TNI. Mereka juga mengecam dugaan kekerasan dan represifitas aparat terhadap para demonstran.

“Kekerasan digital juga meningkat terhadap aktivis dan jurnalis yang mengkritik revisi UU TNI. SAFEnet mencatat maraknya doxing, peretasan, serta ancaman kriminalisasi ekspresi online terhadap mereka yang vokal dalam gerakan penolakan ini,” demikian pernyataan koalisi itu dalam siaran pers yang diterima, Rabu petang.

Mereka juga mengecam dugaan operasi informasi oleh akun media sosial TNI dari tingkat pusat hingga wilayah, yang salah satunya memberikan stempel ‘antek asing’ kepada pembela HAM yang menolak perubahan UU TNI.

“Setidaknya 59.946 orang terpapar dengan operasi informasi ini di Instagram sepanjang 18-21 Maret 2025,” demikian ucap koalisi itu.

Koalisi untuk kebebasan berserikat itu terdiri atas sejumlah lembaga organisasi sipil seperti PSHK, ELSAM, Imparsial, YLBHI dan jaringan LBH, Amnesty International Indonesia, Jaringan Indonesia, hingga Solidaritas Perempuan.

Sejumlah desakan untuk pemerintah, DPR, hingga lembaga aparat pun disampaikan koalisi itu.

“Pemerintah harus menjamin perlindungan bagi jurnalis, aktivis, dan pembela HAM dari segala bentuk ancaman, baik fisik maupun digital, yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara,” demikian salah satu poin desakan koalisi tersebut.

(mab/kid/gil)


banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.