Rifa Taqiyuddin
Historia | 2025-09-07 21:32:36
Bekasi, 2025— Pernahkah terpikir, bagaimana benih-benih gagasan tentang sebuah bangsa yang utuh dan berdaulat ditanamkan jauh sebelum teriakan “Merdeka!” menggema? Jawabannya tak melulu ada pada catatan perjuangan fisik atau pidato-pidato heorik para pahlawan. Terkadang benih-benih itu lahir dan tumbuh dari selembar demi selembar halaman majalah “Al-Hoeda“.

Ahmad Syahrulloh, mahasiswa pascasarjana UIN Bandung, menemukan sebuah majalah tua berbahasa Melayu-Arab (Jawi) saat merapikan peninggalan almarhum kakeknya, H. Ghazali, di rumahnya di Kampung Gamprit, Desa Sukakarya, Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi. Tepat dicover depan majalah, tertulis “Al-Hoeda”, yang secara etimologi berarti Petunjuk, edisi pertama pada 5 November 1930.
Dilansir dari tulisan A. Ginanjar Syaban dalam jaringansantri.com, al-Hoeda merupakan sebuah majalah berbahasa Melayu aksara Arab (Jawi) yang diterbitkan oleh komunitas Arab di Batavia pada paruh pertama abad XX. Inisiator dari Majalah Al-Hoeda adalah Sayyid Yahya bin Usman bin Yahya, seorang ulama Arab Batavia yang memiliki sebuah percetakan besar di kawasan Tanah Abang pada masanya. Ia juga merupakan putra dari mufti Batavia, Sayyid Usman bin Yahya (w. 1913). Adapun pemimpin redaksinya adalah Ibnu Syuhada Musa al-Mahfuzh. Dalam edisi ini, juru pengarangnya (Content Writter) adalah Sayyid Alwi bin Hamid al-Idrus al-Alawy.

Yang membuat edisi ini menarik adalah salah satu bab nya menampilkan pembahasan (Fasal) tentang nasihat-nasihat untuk kehidupan berbangsa. Ini cukup membuat takjub, mengingat pada tahun 1930, Indonesia masih terjebak dalam penjajahan dan konsep negara bangsa modern belum sepenuhnya dikembangkan, bahkan ketika Pancasila sebagai dasar negara belum dibentuk.
Syahrulloh menceritakan kronologi penemuannya “Waktu itu, saya hanya berniat untuk merapikan kitab peninggalan kakek saya yang sudah lama tidak dirapikan”. Ia melanjutkan “Saat merapikan, saya menemukan buku tua (majalah) Arab-Melayu ini. Saat awal membacanya, saya langsung tertuju pada bab awalnya, yaitu bagaimana hidupnya bangsa-bangsa. Buku (majalah) ini tercetak pada tahun 1930 M, itu artinya gagasan hidup berbangsa ini ada sebelum Pancasila ada”.
Diawal majalah (tepatnya halaman 7), dapat ketahui bahwa majalah Al-Hoeda (edisi pertama, 5 November 1930) menyoroti betapa pentingnya pembahasan mengenai karakter yang harus dimiliki setiap individu dalam sebuah komunitas. Memahami karakter ini adalah kunci utama untuk menciptakan kehidupan sosial yang harmonis dan efektif.

Berikut redaksinya :
تياد أدا هالون فمبچار أن يغ لبيه فنتيغ دان لبيه هيبة دري هالون فمبچارأن دالم فصل اين. أوله سبب جالن مغنل سبب٢ پ صفة هيدوف دالم هيمفونن أورغ٢ يغ سام هيدوف. ايتله دري فغتهوان٢ يغ فاليغ تيغگي.
“Tiada adapun suatu haluan pembicaraan yang lebih penting dan lebih hebat dari haluan pembicaraan dalam fasal ini. Oleh sebab jalan mengenal sebab-sebabnya sifat hidup dalam himpunan orang-orang yang sama hidup. Itulah dari pengetahuan-pengetahuan yang paling tinggi”. (hlm. 7)
Selain itu, Syahrulloh juga menjelaskan “Masih dihalaman yang sama, dalam hal kepemimpinan, tertulis bahwa pemimpin itu dianalogikan seperti seorang tabib (dokter). Layaknya seorang tabib yang harus memahami betul penyebab penyakit untuk memberikan pengobatan yang tepat, seorang pemimpin pun wajib memahami akar-akar kehidupan sosial bangsanya. Jika tidak, tindakan yang dianggap berguna justru bisa berakibat fatal dan membahayakan masyarakat. Selain itu disebutkan secara tegas bahwa pemimpin yang mencoba mengobati bangsanya dengan cara yang bertentangan dengan keadaan dasar sosial mereka sebagai “dungu”, karena hal itu hanya akan membawa malapetaka, bahkan kehancuran”.
Berikut redaksinya :
دن كيت، سكلين قوم مسلمين يغ أدا دالم نگري٢ اين ، أدا أوراغيغ فاليغ فرلو كفدا فهم دن فغرتين، دري سبب٢ هيدوف إيت سدالم٢ پ. ترأوتام فغنجور٢ دن كفال٢ فركمفولن دري كيت. أوله كرن جيك مريكئيت تياد فهم بتول داسر هالون إين دغن سچوكف٢پ، نسچاي مريك تنتو جادي فاسغ ديري بواة ملكوكن كسالهن يغ ساغت بربهاي . سسواتو فغنجور دالم كالغنپ، مثلپ سفرتي سواتر طبيب دالم . كيك طبيب ايت تيدق مغتهوي بتول سبب٢ يغ مناريك كصحاتن … ضرورتپ لبه باپق دري منفعتپ. دن فغنجور ايت تركادغ٢ فكرجأن ٢ يغ إيا سغكا برگون مغهيدفكن بگي أمتپ (بغساپا) سنديري ترپات يغ سبتولپ إيا تله ممبناسهكن مريكئيت، تياد أدا سواتوفن يغ لبه دغودري فدا سواتو فممفين يغبركهندق مغوبت بغساپ دغن يغ برتنتاغن دغن كأدأن٢ داسر٢ بغساپ، دري بندا٢ صفة سام هيدوف.
“Dan kita sekalian kaum muslimin yang ada dalam negri-negri ini, Ada orang yang paling perlu kepada faham dan pengertian dari sebab-sebab hidup itu sedalam-dalamnya. Terutama penganjur² dan kepala² perkumpulan-perkumpulan dari kita. Oleh karena jika mereka itu tiada faham betul dasar haluan ini dengan secukup-cukupnya, niscaya mereka tentu jadi pasang diri buat melakukan kesalahan yang sangat berbahaya. () sesuatu penganjur dalam kalangannya. Misalnya seperti suatu tabib dalam () jika tabib itu tiada mengetahui betul sebab² yang menarik kesehatan () daruratnya lebih banyak dari manfaatnya. Dan penganjur itu terkadang () pekerjaan-pekerjaan yang ia sangka berguna menghidupkan bagi umatnya (bangsanya) sendiri ternyata yang sebetulnya ia telah membinasakan mereka itu. Tiada ada suatu pun yang lebih dungu daripada suatu pemimpin yang berkehendak mengobati bangsanya dengan () yang bertentangan dengan keadaan² dasar² bangsanya dari benda-benda sifat () sama hidup (sosial) itu”. (hlm. 7)
Meskipun diterbitkan oleh komunitas Muslim dan menggunakan aksara Arab-Melayu yang akrab di kalangan luas, peran Al-Hoeda melampaui sekadar penyampaian informasi keagamaan. Pada masa itu, media seperti Al-Hoeda secara strategis digunakan untuk menyebarkan gagasan persatuan, memupuk semangat kemajuan, dan secara implisit menumbuhkan benih-benih nasionalisme di tengah dominasi kolonial.
Al-Hoeda adalah bukti nyata bahwa kesadaran akan pentingnya sebuah bangsa yang berdaulat telah mengakar dari berbagai lini masyarakat, termasuk dari kontribusi signifikan komunitas Arab yang telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kain kebangsaan Indonesia. Majalah ini adalah saksi bisu bagaimana media cetak menjadi ujung tombak perjuangan intelektual menuju kemerdekaan.
“Saat ini, majalah ini (Al-Hoeda) masih saya teliti lebih dalam lagi” tutupnya. Menandakan proses risetnya yang masih terus berjalan. Diharapkan, penelitian tersebut dapat mengungkap lebih banyak kekayaan intelektual yang tersembunyi dari warisan ulama Nusantara.
Wallahu A’lam.
Bandung, Juli 2025 M
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.