Surabaya –
Ketua DPP PDI Perjuangan, MH Said Abdullah mengatakan, Haul ke-55 Bung Karno pada Sabtu (21/6/2025) ini sebagai momen istimewa dan bersejarah. Pasalnya, MPR periode 2019-2024 telah mencabut TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967, yang selama lebih dari lima dekade menjadi dasar pencabutan kekuasaan Bung Karno dan mengaitkannya dengan Gerakan 30 September (G30S).
Menurutnya, pencabutan TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967 ini dinyatakan sah sebagai bagian dari penegakan keadilan sejarah.
“Peringatan tahun ini istimewa, kita menjadi saksi sejarah. Tahun ini, setelah 57 tahun 7 bulan, akhirnya keadilan sejarah bagi Bung Karno telah ditetapkan,” ungkap Said Abdullah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di acara haul Presiden pertama RI di Kompleks Makam Bung Karno, Kota Blitar hari ini, Said Abdullah juga mewakili keluarga Bung Karno.
Menurut Said, keputusan MPR yang mencabut TAP MPRS 33/1967 bukan hanya tindakan legal formal, tapi juga langkah moral untuk mengembalikan martabat bangsa Indonesia yang selama ini dipenuhi dengan narasi keliru tentang sejarah.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan pernyataan formal lembaga tinggi negara, tetapi ingin mengembalikan martabat bangsa dan penegasan bahwa Bung Karno adalah pemimpin sejati yang memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Said yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur tersebut menegaskan Bung Karno adalah sosok yang tidak hanya dicatat dalam sejarah nasional sebagai proklamator kemerdekaan, penggali Pancasila, Presiden pertama RI, pahlawan nasional, dan bapak bangsa. Tapi juga sebagai pemimpin dunia yang mewakili suara bangsa-bangsa tertindas.
“Nama Bung Karno-proklamator kemerdekaan, penggali Pancasila, Presiden pertama RI, pahlawan nasional, bapak bangsa-telah dibolehkan,” jelas Said.
Politisi asal Sumenep, Madura itu juga mengingatkan Bung Karno adalah figur yang menggerakkan sejarah dunia, menjadi motor pembebasan bangsa-bangsa dari penjajahan, dan pelopor Konferensi Asia-Afrika yang melahirkan Dasasila Bandung sebagai cikal bakal Gerakan Non-Blok.
“Bung Karno adalah pemimpin yang menggerakkan sejarah dunia, pembebas negara yang dijajah, untuk mewujudkan keadilan sosial dan kedaulatan rakyat,” kata dia.
Rangkaian haul tahun ini diwarnai dengan berbagai kegiatan religius dan kebudayaan. Selain tausiah kebangsaan, acara juga diisi dengan acara doa bersama untuk mendiang Bung Karno dan para pahlawan, serta pentas seni tradisional yang mengangkat tema perjuangan dan nasionalisme.
Acara ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Ribuan warga dari berbagai daerah turut hadir untuk mengikuti ziarah kebangsaan pada peringatan Haul Bung Karno ke-55. Kehadiran para tokoh nasional, politisi, serta ulama terkemuka menambah kekhidmatan sekaligus memeriahkan suasana.
Menteri Agama RI KH Nasaruddin Umar yang juga hadir menyampaikan tausiah kebangsaan yang menyentuh dan menggugah kesadaran tentang makna perjuangan serta warisan pemikiran Presiden Pertama Republik Indonesia.
Dalam sambutannya di hadapan ribuan masyarakat dan kader PDI Perjuangan yang memadati kawasan Makam Bung Karno, KH Nasaruddin Umar mengutip salah satu ayat Al-Quran yang menyiratkan pesan mendalam tentang pengorbanan dan keabadian nilai perjuangan.
“Al-Quran mengajarkan, jangan kalian menyangka bahwa mereka yang mengorbankan egonya demi kemaslahatan umat itu telah mati. Mereka tidak mati, justru hidup sepanjang zaman,” tutur KH Nasaruddin.
Dia menekankan bahwa Bung Karno adalah contoh nyata dari ayat tersebut. Sosok yang tidak hanya memimpin revolusi kemerdekaan, tapi juga memperjuangkan martabat rakyat dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang menjunjung tinggi keadilan sosial.
“Konsep Indonesia yang beliau bangun adalah kemerdekaan untuk umat. Sebuah cita-cita luhur untuk membebaskan bangsa ini dari belenggu kolonialisme dan penindasan, baik secara fisik maupun mental,” lanjutnya.
Dia juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak melupakan akar perjuangan tersebut. Menurutnya, semangat Bung Karno dalam memperjuangkan kebenaran dan membela rakyat harus terus dijaga, terutama oleh generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa.
“Warisan Bung Karno bukan sekadar bangunan sejarah. Ia adalah penggagas moral dan spiritual. Kita perlu merawatnya, bukan dengan mengingatnya semata, tetapi dengan kerja nyata dalam memperkuat solidaritas, merawat kebhinekaan, dan membangun peradaban,” tegasnya.
Menag juga mengingatkan bahwa nasionalisme dan spiritualitas bukanlah dua kutub yang bertentangan. Bung Karno, kata dia, justru mengajarkan bahwa keduanya bisa berjalan beriringan.
“Beliau tidak pernah memisahkan agama dari perjuangan. Bahkan, nilai-nilai Islam menjadi fondasi dalam perjuangannya membela kaum lemah dan memperjuangkan kemerdekaan,” terang KH Nasaruddin.
Sementara itu, Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, menyambut hangat ribuan masyarakat dari berbagai daerah yang datang untuk berziarah di Makam Bung Karno. Dia menegaskan Blitar merasa bangga menjadi tempat peristirahatan terakhir Sang Proklamator.
“Kota Blitar adalah kota yang istimewa, di sini Bung Karno disemayamkan. Atas nama masyarakat Blitar, kami mengucapkan terima kasih. Ini menjadi kebanggaan bagi kami,” ucap Syauqul.
Dia menekankan bahwa ziarah ini bukan hanya ritual tahunan, melainkan wujud rasa terima kasih dan penghormatan terhadap jasa Bung Karno, serta ruang refleksi untuk melanjutkan cita-cita yang telah diperjuangkannya.
“Kita memiliki utang besar pada Bung Karno. Dengan berziarah begini, kita bisa meneladani ajaran beliau,” tambahnya.
Syauqul juga berharap agar momentum haul ini menjadi bahan renungan bersama agar cita-cita Bung Karno terus diperjuangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Semoga ziarah ini menjadi refleksi bersama, untuk bersama mewujudkan cita-cita beliau,” ucap Syauqul.
(anl/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini