
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG–Setelah pembongkaran objek wisata Hibisc Fantasy Puncak, Kabupaten Bogor yang dilakukan pemerintah pusat dan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, sebanyak 200 orang pegawainya belum ada kejelasan nasibnya. Mereka, terancam kehilangan pekerjaan.
Berdasarkan data yang diterima, dari total 200 orang karyawan di Hibisc Fantasy Puncak, 190 orang di antaranya merupakan warga lokal, dan 10 orang dari luar Jabar.
Menurut Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, beberapa pegawai dari objek wisata tersebut sudah ditawari sebagai petugas penanam pohon. Mereka, nantinya akan menanamkan pohon-pohon setelah penertiban Hibisc Fantasy Puncak selesai.
“Saya sudah sampaikan untuk para pekerja informalnya, yang pekerja kerasnya itu, saya sudah menawarkan bekerja untuk menanami pohon dan memelihara pohon di situ Seluas 23 hektare,” ujar Dedi di Kantor BPK Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis (13/3/2025).
Sementara, beberapa pegawai yang formal, Dedi meminta agar mencari sendiri untuk tempat kerja barunya. Mengingat, beberapa perusahaan yang ada di Jabar akan membuka lowongan kerja untuk sektor-sektor formal dalam beberapa waktu ke depan.
“Kemudian yang pekerjanya yang levelnya berpendidikan ya banyak lah, lokasi orang untuk bekerja beberapa perusahaan di Jabar, sebentar lagi merekrut puluhan ribu tenaga kerja. Artinya itu bisa terkoneksi dengan baik yang penting punya keyakinan, Insya Allah ada solusi ya,” paparnya.
Sebelumnya, Sebagai holding dari PT JLJ, BUMD Provinsi Jawa Barat, PT Jaswita menyatakan belum mengetahui mengenai nasib dari ratusan karyawan itu, Wahyu mengungkapkan, dirinya belum bisa memberi kepastian. Sebab, pengelolaan karyawan Hibisc Fantasy ini menjadi tanggung jawab mitra dari PT JLJ. “Untuk kelanjutannya, saya belum dapat info. Perlu dikonfirmasi ke mitra, mengingat pengelolaan karyawan ada di mitra JLJ,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, pembongkaran dan penyegelan objek wahana Hibisc Fantasy Puncak diduga karena menyalahi perizinan. Dari 35 bangunan wisata Hibisc Puncak Bogor, hanya 14 izin bangunan yang diajukan ke Pemerintah Kabupaten Bogor.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Provinsi Jawa Barat, Mochamad Ade Afriandi mengatakan, proses penertiban masih berjalan. Ia mengungkapkan, ada beberapa bangunan yang memerlukan peralatan khusus, tidak hanya berat yang sudah digunakan dari awal penertiban.