
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG–Syurganya kuliner, terus melekat pada Kota Bandung. Karena seperti tak pernah habis, restoran atau cafe baru terus bermuculan. Kali ini, restoran terbaru yang berlokasi di daerah Rancakendal Luhur kawasan Dago, hadir dengan sajian uniknya.
Tak hanya menawarkan udara dingin dengan konsep retoran yang unik, restoran bernama Sangu Haneut ini, menghadirkan berbagai menu makanan Sunda bercita rasa klasik. Bahkan, Sangu Haneut menyajikan lima jenis nasi yang jarang ditemukan di restoran lain. Yakni, nasi putih, nasi tutug oncom, nasi liwet, nasi merah, nasi jagung dan nasi singkong.
Sesuai namanya Sangu Haneut yang berarti nasi hangat, restoran ini memang memiliki varian nasi yang komplit bahkan untuk yang ingin one day no rice, bisa memilih nasi jagung atau nasi singkong yang tak kalah lezatnya.
Selain nasi yang variatif, Sangu Haneut, menyajikan berbagai makanan khas sunda seperti balakutak, sambal cumi, sayur kacang, sayur lodeh, balado jengkol, ayam goreng dan lainnya. Salah satu ciri khas yang unik di restoran ini, semua pengunjung akan mendapatkan camilan kerupuk bonteng (timun,red) sambil menunggu pesanannya siap semua.
Menurut F&B Holding Manager Sangu Haneut, Satrio Bayu Hadi, restorannya menyajikan menu dengan cita rasa Sunda klasik dan familiar. Sangu Haneut hadir sebagai destinasi kuliner yang tidak hanya menawarkan makanan, tapi juga pengalaman makan yang hangat, sederhana, dan nostalgic.
“Konsep Sangu Haneut berangkat dari nilai Tri Tangtu, filosofi Sunda mengenaikeseimbangan hidup yang sederhana namun bermakna,” ujar Satrio kepada wartawan, Senin (29/12/2025).
Menurut Satrio, nilai ini dimaknai sebagai hubungan selaras antara alam, manusia, dan rasa. Sebagai gagasan yang lahir dari sudut pandang seorang Putra Parahyangan, Sangu Haneut memandang makanan bukan sekadar sajian, melainkan bagian dari keseharian yang dekat, jujur, dan apa adanya.
“Dari pemahaman tersebut, Sangu Haneut menghadirkan nikmat sederhana yang tumbuh dalam semangat Sunda Kiwari, sebuah tafsir masa kini atas nilai-nilai Sunda yang hidup dan membumi,” katanya.
Sangu Haneut, kata dia, lahir dari kerinduan akan momen kesederhanaan dan kebersamaan di meja makan. Restorannya, ingin menghadirkan kembali rasa hangat yang dulu dirasakan saat makan bersama keluarga—tanpa jarak, tanpa pretensi, dan penuh kedekatan. Nilai tersebut diwujudkan melalui sajian yang paling akrab di meja makan Sunda: sangu, sambel, dan lalab, yang diolah dengan perhatian pada rasa, proses, serta kebersamaan yang menyertainya.
Menu yang disajikan di Sangu Haneut berfokus pada cita rasa Sunda klasik dengan bahan-bahan pilihan dan proses pengolahan yang menjaga keaslian rasa. Ragam nasi, sambal, dan lauk disusun sebagai menu yang akrab, sehingga dapat mengobati rasa rindu akan sajian Sunda yang sederhana namun kaya akan rasa. “Kami tidak mengejar kompleksitas, tapi menempatkan rasa yang jujur dan keseimbangan sebagai inti dari setiap hidangan,” katanya.
Dari segi suasana, Sangu Haneut memadukan elemen alam dengan desain ruang yang hangat dan bersahaja. Perpaduan ini dihadirkan untuk mendukung pengalaman makan yang tidak sekadar mengenyangkan. Tetapi juga, menghadirkan rasa nyaman dan kebersamaan.
“Kami berharap, Sangu Haneut menjadi pilihan baru bagi masyarakat yang mencari pengalaman kuliner yang lebih dari sekadar makan, melainkan ruang untuk berbagi dan pulang pada kehangatan,” katanya.













